"Andai saja aku tak terlahir seperti ini, apakah ada seorang mencintaiku seutuhnya? Kekuranganku?"
Hari ini adalah hari pertamaku untuk memulai Home Schooling, memulai hari yang baru dan yang pasti lebih berat. Dengan segala kekurangan yang kudapatkan secara tiba-tiba. Dan tak mudah untukku untuk menerima keadaan ku sekarang. Aku terlahir sempurna. Kata ibu aku terlahir seperti seorang putri. Dimana setiap orang menunggu ku. Dan ketika aku terlahir ke dunia, semua orang disekitarku menangis bahagia. Kata ibu aku begitu berharga, bahkan sampai detik ini, dan juga dengan kekuranganku ini..
Nama ku Dinda. Dinda Anastasya Herlambang. Anak pertama dan satu-satunya keluarga Bima Herlambang. Dia adalah ayahku. Dan ibuku bernama Tanti Anastasya. Aku mengadopsi nama mereka. Karna memang aku adalah pewaris satu-satunya dalam keluarga ini. Ah, jangan kira ini masalah harta, tapi maksudku, aku akan mewarisi semuanya dari ayah dan ibu. Kekurangan kelebihan, dan yang pasti bakat-bakat mereka. Aku bangga di lahirkan dalam keluarga ini.
Aku terlahir sekitar 16 tahun lalu, di Sydney. Haha. Jangan kira aku bule! Aku orang Indonesia asli. Hanya saja pada saat itu ayahku sedang bekerja disana. Dan kebetulan ibuku sedang mengandung aku ! Yah mungkin saja pada saat itu aku sudah tak sabar untuk keluar dari dalam perut ibu yang sempit. Hahaha.. Padahal sampai detik ini pun aku tak pernah tahu bagaimana aku bisa muncul dan hidup disana..
Selain ayah dan ibuku, aku memiliki seorang malaikat. Pada saat itu aku benar-benar tak percaya dan tak bisa mengerti, mengapa ia mau mencintaiku. Mencintai kekuranganku. Mencintai aku yang tak berdaya dan mungkin.. Menyusahkanya.. Kenapa? ...
"Nama ku Moshes Gerhard. Kau bisa memanggilku Mose.."
"Hahaha, nama mu lucu ! Aku Dinda.. Kenapa kau memilih menjadi guru?"
"Aku sarjana pendidikan, dan sudah sepantasnya aku menjadi guru.."
"Jawaban tanpa pilihan. Mmm aku akan bilang pada ibu kalau aku tak nyaman di ajar oleh mu."
"Itu hak mu.. Ayo kita mulai belajar.."
Pertemuan yang biasa, dan dalam keadaan biasa, tanpa sesuatu yang spesial diantara aku dan Mose. Namun semua berubah setelah aku dan Mose terlibat dalam suatu percakapan panjang, sangat panjang..
Pada suatu sore seperti biasa aku melakukan aktifitas rutinku. Belajar berjalan seperti yang dianjurkan dokter padaku. Ya, setelah 3bulan lalu, kaki ku cacat. Aku tak bisa berjalan. Lumpuh total. Dari kaki sampai pangkal kaki. Semua mati rasa. Terkadang yang menghancurkan hatiku adalah, ketika aku harus melakukan sesuatu, aku MEMBUTUHKAN orang lain untuk menolongku. Aku bukan wanita lemah AWALNYA. Namun kini aku tak berdaya dengan semua kekurangan ini.. Inilah kekurangan yang aku sebut sejak awal tadi.
"Kau harus bisa Dinda.. Tahan sakitnya.." Aku bicara pada diriku sendiri.
10Menit aku berusaha untuk berdiri dan menggapai gagang besi tempatku bertumpu saat belajar berjalan. Namun tak membuahkan hasil. Aku tak bisa berdiri sendiri. Kakiku terlalu lemah untuk menopang berat badanku. Semua terasa sakit, begitupun hatiku. Aku putus asa. Aku menangis dalam kesendirianku.
"KENAPA AKU HARUS CACAT TUHAN !! " , aku memaki Tuhan
Derai air mata tak kuasa aku tahan. Menetes seiring dengan isak dan penyesalan. Andai saja aku tak ikut mereka. Andai saja aku tak bodoh. Andai saja aku tak pernah berniat untuk menjadi populer disekolah. Aku tak akan seperti ini.
"Dinda"
Aku berheti menangis, aku mengenali suara itu..
"Iya ini aku Mose, boleh aku kesana?"
Mose berdiri di dekat pintu dengan tersenyum manis ia menatapku.
"Kemarilah, ada apa?"
"Ternyata dibalik tawamu selama ini ada tersimpan tangisan yang begitu menyesakka dada.."
"Diam kau, kau tak berhak mencampuri urusanku"
"Setidaknya kau ingin ada seseorang yang mendengarkanmu kan? Ada aku.."
Aku berfikir sejenak sebelum semua aku lontarkan kepada Mose.
"Kau tau, kaki ku ini?"
"Mmmm belum. Memang kenapa? Kenapa bisa begini?"
"Pada saat itu, mereka, kau tak perlu tau siapa, mereka adalah kelompok anak perempuan populer disekolah. Mereka bilang padaku kalau aku ini, cantik.."
"Ya semua orang mengetahui itu Dinda.."
"Mereka bilang, seharusnya aku bergabung dengan mereka. Karna jangan sampai potensi kecantikanku terbuang sia-sia. Aku harus menjadi populer disekolah.."
"Lalu apa yang kau lakukan? Apa kau harus menggilas kaki mu lalu kau tampak populer?"
"Aku tak sedang bercanda Mose.."
"Iya aku tau, aku hanya ingin mencairkan suasana.."
"Ya.. Aku pergi bersama mereka ke pesta ulang tahun Katty malam itu. Dan disini semuanya terjadi.. Dalam perjalanan kami mengalami kecelakaan. Dan.. Hanya 2 diantara kami yang berhasil hidup. Yang lainnya? Tak selamat.."
"Sampai detik ini aku masih kecewa kenapa aku bodoh seperti itu Mose ! Kenapa aku begitu bodoh sampai aku mau bergabung bersama gerombolan seperti mereka!"
Aku menangis, semakin keras.. Gejolak dalam dadaku semakin menyesakkan. Aku tak mampu lagi untuk menahan perih ini. Aku malu. Aku kecewa. Sungguh aku kecewa.
Aku meluapkan semua emosiku di depan Mose. Aku berteriak. Aku menghujat diriku sendiri. Sampai akhirnya Mose memelukku. Ia mendekapku erat.
"Dinda.."
"...." aku masih menangis, aku masih sibuk dengan perasaanku yang semakin menyesakkan.
"Menangislah, sepuasmu. Aku disini.."
"Aku malu Mose! Aku benci dengan diriku sendiri.." isakku semakin tak tertahankan. Tiba-tiba kepalaku pusing dan semuanya menjadi gelap..
======================================================================
"Dinda..."
"Aku kenapa Mose?"
"Kau kelelahan. Berbaringlah. Aku masih disini menjagamu. Hari ini kita tidak usah berlajar dulu oke?"
"Baiklah.. Mose..?"
"Ya ada apa Dinda..?"
"Kenapa kau baik padaku?"
"Karna kau pantas dapatkan kebaikanku.."
======================================================================
Semenjak saat itu Mose menjadi pribadi yang begitu menyenangkan. Tak menegangkan dan sedingin dulu. Mose seringkali membuatku tertawa dengan leluconnya. Sepertinya aku mulai menyukainya...
Suatu saat Mose mengajakku berjalan ke taman komplek. Aku sudah lama tak kesana karna aku malu. Tapi hari ini Mose meyakinkan aku bahwa aku tak perlu malu. Dan Mose bilang, ada sesuatu yang harus aku tau..
"Dinda lihatlah anak itu.." ia menunjuk seorang anak yang duduk disamping pagar taman dengan tampang lusuh
"Siapa dia?"
"Dia adalah Barry. Ia cacat mental sejak lahir, dan orang tuanya membuangnya.."
"Benarkah? Lalu kenapa ia bisa hidup sampai sekarang?"
"Ia dibesarkan oleh ibu itu.." Mose kembali menunjuk, namun kali ini ke arah yang berbeda, ia menunjuk nenek tua yang sedang memungut sampah di samping ayunan.
"Ia nenek dari anak itu?"
"Bukan, nenek itu menemukan Barry di tempat sampah"
Hatiku bergetar. Aku tak menyangka ada orang tua yang tega melakukan itu dan pada anaknya sendiri. Mereka kejam !
"Kau tau, kau masih beruntung Dinda"
"..." aku menatapnya bingung
"Kau masih memiliki ayah dan ibu yang begitu mencintaimu. Kau punya rumah dan berkecukupan. Bagaimana dengan Barry?"
Aku tercengang.
"Aku masih beruntung ya Mose..."
"Ya.. Kamu beruntung.. Kamu tau? Kenapa aku melakukan ini?"
"Aku tak mengerti Mose..."
Mose mendorong kursi rodaku ke dekat kolam yang cukup besar. Disini ada airmancur dan terkadang terlihat pelangi disela airmancur ini..
"Dinda, kau ingat 3 bulan lalu kau melihatku disini.."
"Tidak. Memangnya kita pernah bertemu?"
"Ya, aku melihatmu. Dan kau melihat aku melambaikan tangan padamu. Namun sayangnya kau begitu sibuk dengan headsetmu dan tak menghiraukan aku.."
"Lalu?"
"Di rumah sakit tempat kau dirawat setelah kau kecelakaan. Apa kau ingat kalau kita juga bertemu?"
"Ah aku tak memperhatikan sekelilingku. Maaf"
"Ya.. Aku tau, lagi-lagi kau sibuk dengan dirimu sendiri.."
".....", Aku semakin bingung dengan arah pembicaraan Mose.
"Dinda. Aku begitu hancur ketika melihatmu duduk lesu dikursi roda saat itu.."
"Maksudmu?"
"Ya.. Kenapa aku melamar menjadi guru? Bukan karna aku seorang guru, aku masih seorang mahasiswa di Fakultas Psikologi, dan tidak ada hubunganya dengan ajar mengajar.. Aku hanya mengajarimu apa yang aku tahu.."
"Kau menipuku?"
"Aku hanya ingin menghiburmu Dinda!"
"Tapi kau berbohong!" emosiku naik
"Aku ingin disampingmu dan memastikan kalau kau baik-baik saja!"
"HALAH! Kau bohong!!" aku berteriak sekuat mungkin.
"Dinda! Dengarkan.." Mose berbicara dengan pelan dan lembut. Aku tak kuasa untuk membiarkan emosiku. Aku luluh...
"Dinda... Awalnya aku hanya ingin memastikan kalau kau baik-baik saja. Namun perbentengan hatiku hancur saat melihatmu menangis saat itu.. Itu satu alasan kenapa aku memelukmu. Aku ingin kau tau, ada aku disini menjagamu.. Aku menyayangimu Dinda! Aku menyukaimu. Sejak saat kita bertemu, bahkan sampai detik ini semua justru semakin mendalam. Justru dengan kekuranganmu ini, aku mengerti kalau aku tulus menyayangimu... Mungkin kau tak berharga didepan orang lain, tapi kau sangat berharga didepanku..."
Aku menangis, aku bingung. Aku sedih karna aku selama ini salah, ada seseorang yang begitu mencintaiku namun aku tak pernah mengetahuinya. Karna.. Aku sibuk dengan kecacatan ku ini..
"Dinda..."
"Iya Mose..." kataku dalam tangis.
"Maafkan aku membuatmu menangis.."
"Aku tak apa-apa Mose.. Boleh aku bicara padamu?"
"Apa itu?"
"Trimakasih..."
"Untuk?"
"Trimakasih untuk cintamu padaku. Trimakasih telah menjadi sahabat. Telah menjadi tawa dalam tangisku. Telah menjadi senyum dalam sedihku. Trimakasih Mose.."
"Ya .. Aku senang kalau kau senang dengan keberadaanku..."
Lagi.. Mose memelukku.. Erat begitu erat.. Seperti ia memelukku pada saat itu. Angin sepoi membelai pipiku yang basah karna airmata. Aku mempererat pelukkaku pada Mose. Aku merasakannya. Aku juga menyayangi Mose.. Aku bahagia Mose disini..
Tiba-tiba Mose melepaskan pelukkannya..
"Dinda.."
"Iya Mose..."
Mose memegang tanganku, ia berlutut dihadapanku. Lalu mencium tanganku. Dan...
"Aku menyayangimu Dinda.." ia menunduk.
Aku tersenyum.. Bahagia.. Sangat bahagia...
"Aku juga Mose" tiba-tiba Mose mendongak dan menatapku dalam-dalam. Ia tersenyum manis.. Sangat manis. Sama saat pertama kali ia tersenyum padaku. Sederhana, namun begitu manis. Dan.. Menyejukkan..
"Benarkah?"
Aku mengangguk semangat.
"So, Dinda.. Would you be mine?"
Aku menggeleng. Raut wajah Mose berubah, kecewa. Ia menunduk. Tangannya yang awalnya hangat, berubah menjadi begitu dingin.
"Mose.. Lihat aku..." Ia menatapku, sedih..
"Mose, aku begitu menghargaimu. Aku begitu bahagia kau disini. Tapi aku pasti akan menyesal..."
"Menyesal jika menerimaku? Itu maksudmu kan?"
"Sebaliknya, aku akan menyesal jika tak bersama denganmu! Aku ingin bersama mu Mose.. Aku juga menyayangimu!"
Aku memeluknya. Aku yang memeluknya terlebih dahulu. Merasakan detak jantungnya. Merasakan hembusan nafasnya. Aku bahagia.. Sungguh bahagia...
"Mose..."
"Ya Dinda.."
"Kau takkan meninggalkanku?"
"Sedikitpun tidak. Aku akan menjagamu"
=======================================================================
Sekarang sudah 4 bulan kebersamaan ku bersama Mose. 2 bulan lagi, Mose akan Wisuda. Dan setelah itu, kami akan bertunangan... :')
Trimakasih Mose telah mencintaiku dengan semua kekuranganku. Aku mencintaimu! Sungguh!
Kekurangan manusia bukan untuk disesali, ada kalanya kekurangan itu adalah batu loncatan untuk bisa terbang lebih tinggi #reaquotes
8 komentar:
asik deh, kalau cinta menyapa, aku juga mau disapa sama kamu deh.. :P
serius ceritanya bagus banget, so sweet.. u,u
@arka bility Haaaai *ireneMenyapa :D
@marthmarthaa makasi syg :)
Sumpah bagus banget!
saya deg2an ngebacanya.
uah,,kapan ya saya ketemu laki2 yang benar2 mencintai saya.
baca ceritanya bikin saya galau.
heheh
terus berkarya, dear :)
@ladyulia makasih banyak dear :) Pasti..
ohhh... cerpen ternyata. hehek..
loh? emang kamu kira apa putri?
Bukaaaaaan ini bukan resep makanan :))
Nice story. . . :)
Posting Komentar